Ada kemudahan yang datang dari memotret secara digital. Jika kita membuat kesalahan, kita dengan mudah bisa merubahnya di Photoshop atau menghapusnya. Mudah sekali, kan? Di jaman sekarang ini, kita juga mendapat kemewahan dengan munculnya kamera bagus yang melengkapi ponsel sehingga memungkinkan untuk memotret dengan kualtas profesional, dan lebih canggihnya lagi, ada banyak aplikasi yang tersedia untuk membuat foto-foto ponsel jadi lebih bergaya dan menakjubkan. Keren kan?
Tapi ada masalah yang muncul dari tren semacam ini: terlalu banyak foto yang dibuat. Mungkin kamu akan bertemu dengan orang yang sering sekali memotret. Memory card-nya cepat terisi penuh, galeri online-nya selalu menampilkan foto baru setiap hari. Lalu kamu bertanya: “Apa yang salah? Apa saya yang terlalu sedikit memotret? Kurang kah intensitas fotografi saya?”
Baca filosofi pendek dari Patrick Onofre ini: “Saya hanya memotret apa yang saya butuhkan, dan mencoret sisanya. Saya tidak selalu perlu LCD saya untuk tahu mana foto yang harus disimpan, dan mana yang harus dibuang. Saya sudah memutuskan apa yang cukup bagus untuk disimpan bahkan sebelum saya menekan tombol shutter.”
Mungkin kamu belum pernah memotret menggunakan kamera analog dan film, tapi kamu harus coba menerapkan disiplin analog pada fotografi digitalmu. Jika seorang fotografer memotret untuk kepentingan efisiensi dan bukannya “jepret dan semoga beruntung”, kamu bisa mendapatkan hasil yang lebih optimal. Kalau kamu bisa menentukan sudut yang bagus sebelum mulai memotret, maka kamu akan menghemat memory dan segera memotret dengan cara yang benar, bukannya membuat foto yang under/overexposed sehingga hanya menghabiskan ruang memory dan waktu. Kamu tidak akan membuang-buang slide kalau memotret menggunakan roll film yang jumlahnya terbatas, kan?
Metode “jepret dan semoga beruntung” ini hanya untuk foto-foto yang biasa-biasa saja. Pikirkan ini: apa mindset seorang fotografer yang menggunakan metode semacam itu? Semua yang kamu lakukan hanya asal memotret dengan harapan “mudah-mudahan ada yang bagus”. Ini tidak menunjukkan kepercayaan diri. Seorang fotografer yang percaya diri pasti tahu apa yang ia cari, selalu memeriksa setting kamera untuk memastikan kameranya akan memberikan yang terbaik untuk menangkap gambaran yang ada di kepalanya, lalu fokus untuk mendapatkan foto itu dan bukan bergantung pada post-processing untuk memperbaiki apapun yang dia punya di memory card-nya.
Tapi kalau kamu memotret gerakan cepat seperti pada atlet atau anak-anak, metode diatas bisa digunakan untuk memungkinkanmu mendapat kesempatan maksimal menangkap sesuatu yang bisa digunakan. Cukup adil. Tapi, selalu mudah untuk kembali mengintip lewat viewfinder dan melihat apakah kamu sudah mendapat apa yang kamu inginkan tanpa harus menunggu saat post-processing untuk menentukan bahwa kamu sudah mendapat foto yang tepat. Makin sedikit waktu yang dihabiskan di depan komputer untuk retouch, berarti semakin bagus kemampuanmu memotret.
Fotografi digital memang menawarkan kemudahan dan kontrol yang lebih baik. Tapi, tidak ada salahnya untuk belajar menjadi fotografer yang disiplin, tidak bergantung pada image editor, dan kamu akan tahu kemampuan fotografimu yang sebenarnya.
SUMBER
0 komentar:
Posting Komentar