Kamis, 20 Juni 2013

Panduan Memotret Dengan Film Untuk Pemula

  

Fotografer yang memulai perjalanan memotretnya sepuluh hingga lima belas tahun lalu pasti pernah menggunakan kamera film. Tapi mereka yang mengenal dunia fotografi baru-baru ini mungkin lebih familiar dengan kamera digital. Tentu perdebatan tentang perbandingan mana yang lebih baik antara analog dan digital tidak ada habisnya. Tapi, menurut saya, ini sama saja dengan membandingkan tangga dengan eskalator atau buku cetak dengan Kindle. Mereka tidak saling mengancam. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangannya sendiri.
Saya pertama kali memotret menggunakan kamera saku analog merk Ricoh. Sekitar tahun ’96 waktu masih SMP. Dulu awalnya saya tidak berani memasang film sendiri, takut filmnya terbakar. Selalu tegang saat menunggu hasil cuci-cetaknya, dan kadang-kadang menemukan double exposure yang tidak terduga. Hal-hal seperti ini sangat menyenangkan dan tentu tidak akan ditemukan dalam fotografi digital. Sampai sekarang pun fotografi analog masih banyak digunakan. Anak-anak tertarik menggunakan Polaroid, dan remaja banyak yang menggunakan kamera Lomo. Kalau kamu samasekali belum pernah menggunakan kamera film, kamu perlu coba sekali-sekali. Banyak yang bisa kamu pelajari dan nikmati dari fotografi analog ini.
Berikut beberapa panduan untuk kamu yang baru akan mencoba memotret  dengan film:

Film vs Digital
Meskipun pilihan untuk menggunakan film atau digital selalu kembali pada fotografer, namun ada beberapa elemen dasar dari fotografi film yang mengungguli digital. Dengan kamera film, kamu yang melakukan semuanya. Kamu harus mengerti tentang bagaimana sebuah foto direkam dan menentukan setting exposure yang tepat. Tidak ada pilihan “jeprat jepret”, memeriksa hasilnya di LCD, menghapus yang jelek lalu mencoba lagi. Analog membuat kamu menghargai setiap jepretan yang kamu buat dan karenanya kamu akan lebih terlibat dalam pengambilan setiap foto dan belajar memotret dengan baik lebih cepat daripada dengan digital.

Biaya
Kebanyakan orang berpikir bahwa fotografi dengan film lebih mahal daripada digital karena harus membeli film, mencucinya, lalu mencetaknya sebelum bisa menikmati hasil foto. Tapi tahukah kamu, sebuah kamera film kualitasnya awet sampai seumur hidup bahkan digunakan beberapa generasi. Kamu tidak perlu kuatir tentang megapixel yang di-upgrade setiap tahun atau fitur yang semakin banyak. Sekarang kamu juga tidak perlu langsung mencetak hasil cuci film untuk melihat hasilnya. Sudah banyak tempat cuci cetak yang bisa melakukan “cuci scan”, yaitu setelah rol film dicuci langsung disimpan di CD atau flash disk sehingga kamu bisa memilih untuk mencetaknya atau langsung membaginya secara online. Biayanya sekitar Rp.10-15 ribu per rol.

Memilih Format Film
Film tersedia dalam beberapa format disesuaikan dengan kebutuhan fotografer. Jenis utamanya adalah black&white, color positive (film slide), dan color negative (atau reversal). Ukuran yang paling banyak digunakan adalah film 35mm. Banyak kamera SLR (ingat ya, bukan dSLR) dan rangefinder menggunakan film ukuran ini. Biasanya dijual dalam rol isi 24 atau 36 (ini jumlah jepretan maksimal dalam satu rol.)Dua ukuran lain adalah medium dan large. Medium lebih besar dari 35mm dan tentunya digunakan pada kamera ukuran medium. Kualitasnya lebih tinggi dari 35mm dan biasanya digunakan oleh fotografer professional. Film large tidak berbentuk rol tetapi lembaran berukuran 4×5 inchi yang harus dipasang pada film holder sebelum dimasukkan ke kamera. Satu holder hanya bisa menampung dua lembar film.

Memilih Jenis Film
Setelah format, yang kemudian bisa dipilih adalah jenis film. Ini akan menyenangkan karena ada banyak sekali jenisnya. Untuk foto sehari-hari, pada umumnya orang memakai film berwarna dengan kecepatan ISO 200 (misalnya Fujifilm Superia ASA 200). Selain itu ada juga merk-merk lain seperti Ilford, Kodak, dan Agfa yang menyediakan banyak jenis film dengan efek berbeda. Cobalah browsing di internet untuk melihat hasil foto dari masing-masing film sebelum menentukan mana yang akan kamu coba gunakan. Harga tiap rol tentu berbeda tergantung berapa kecepatannya, ukuran berapa formatnya, dan efek apa yang dihasilkannya. Kamu bahkan bisa menggunakan film yang sudah kadaluarsa (tapi bukan jamuran, ya) untuk mendapatkan hasil foto yang unik.

Memilih Kamera Analog
Jika kamu belum menemukan kamera film yang bisa digunakan, kamu bisa mendapatkan satu dengan mudah di toko kamera dengan harga sangat terjangkau. Untuk permulaan, kamu bahkan bisa coba toy camera seperti Kodak Cameo Focus Free (yang harga second-nya cuma sekitar Rp.50.000!) tapi bisa menghasilkan foto-foto yang luar biasa. Kalau kamu mau coba yang level SLR, Vivitar V4000S bisa menjadi pilihan (tergantung kondisi dan pasangan lensanya, harga second sekitar Rp.500.000 – Rp.1.200.000)

Untitled
contoh foto yang diambil menggunakan Kodak Cameo dengan film kodak ektachrome 50 elite II yang sudah kadaluarsa.

Sabar, Disiplin, dan Atur Setting Dengan Benar
Salah satu perbedaan terbesar antara memotret menggunakan kamera digital dengan film adalah, jika kamu menggunakan film, kamu tidak bisa melihat hasil foto selama proses memotret masih berjalan. Tidak ada lagi trial and error. Untuk beberapa orang, hal ini membutuhkan adaptasi. Ketika memotret dengan kamera film, kamu harus meluangkan waktu untuk benar-benar memastikan pengaturannya benar agar hasil yang didapat pun maksimal dan sesuai dengan yang kamu harapkan. Kamu juga tidak akan membuang-buang slide sehingga setiap kali memotret, kamu akan memastikan objek dan komposisi yang akan diabadikan sudah benar-benar tepat. Hal-hal seperti ini akan menjadikan kamu seorang fotografer yang lebih baik.
Jadi, sudah siap mencoba film

 SUMBER

Ditulis Oleh : Unknown // 11.07
Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar